Categories
Alkitab Narasi

Mengenai Nazar

Nazar adalah janji seseorang untuk memberikan sesuatu kepada Tuhan, bila Tuhan memenuhi permintaannya. Contoh nazar: saya berjanji, bila Tuhan memberkati usaha saya, saya akan memberikan persembahan sejumlah tertentu kepada Tuhan. Bila Tuhan sudah memberkati saya, saya harus memenuhi nazar dan membayar jumlah yang saya janjikan tersebut. Nazar itu tidak wajib, tapi bila seseorang sudah bernazar, dia harus menggenapinya.

Orang Israel bisa menjanjikan untuk memberikan orang (misal: ayah menazarkan anaknya) atau hewan, atau rumah, atau tanah. Contoh dalam Alkitab adalah Hana yang bernazar bahwa bila Allah memberinya anak, anak itu akan ia berikan untuk melayani Allah seumur hidupnya. Allah memberinya anak, yaitu Samuel, dan Hana menggenapi nazarnya dengan membawa Samuel ke Silo untuk menjadi pelayan di Kemah Suci.

Hana membawa Samuel, anak nazarnya, ke Kemah Suci bertemu imam Eli untuk melayani Tuhan di sana seumur hidupnya.

Dalam Perjanjian Baru, Paulus menazarkan sesuatu kepada Allah (kita tidak tahu apa spesifiknya), dan setelah masa kenazirannya berakhir, dia mencukur rambut di Kengkrea—karena selama masa kenaziran seseorang, dia tidak boleh cukur rambut. Jadi sistem nazar ini masih ada sampai Perjanjian Baru, dan bahkan sampai sekarang, bila kita menjanjikan sesuatu untuk diberikan kepada Tuhan.

Namun kisah nazar paling terkenal dalam Alkitab mungkin adalah kisah Yefta. Dia berjanji bahwa apapun yang pertama kali keluar dari rumahnya untuk menyambut dia setelah kemenangannya melawan bani Amon, akan ia persembahkan sebagai korban bakaran (Hakim-Hakim 11:31). Betapa hancur hatinya saat ia melihat bahwa anak perempuan satu-satunya yang keluar dari rumah menyambut dia!

Yefta mengoyakkan pakaiannya dalam duka ketika melihat anak perempuannya keluar dari rumah menyambut dia.

Ini menimbulkan pertanyaan penting: (1) Apakah Allah menghendaki korban manusia? Bila tidak, (2) mengapa anak perempuan Yefta tidak bisa dibebaskan dari nazar tersebut?

Tidak seperti dewa Molokh, misalnya, Allah Israel tidak pernah meminta korban manusia. Bahkan nyawa manusia itu berharga di mata Allah, dan hukuman bagi pembunuh manusia adalah hukuman mati.

Ini semua konsisten dengan apa yang dikatakan firman dalam Kejadian 1: Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya, untuk memerintah di bumi. Tujuan dan rencana-Nya ini tidak berubah, walaupun manusia jatuh ke dalam dosa dan seringkali menimbulkan sakit hati-Nya. Lebih lagi, Allah mengasihi manusia dan menghendaki mereka bertobat dan memiliki hubungan dekat dengan Dia. Allah yang demikian ini tidak mendapat kesenangan dari membunuh manusia.

Jadi apa yang dinazarkan Yefta itu tidak dikehendaki Allah. Kalau begitu, mengapa Allah membiarkan Yefta mengorbankan anaknya? Untuk memahami hal ini, kita akan melihat peraturan tentang nazar dalam Imamat 27.

Penebusan Nazar

Objek nazar, baik manusia, hewan, tanah, rumah, bisa ditebus dengan uang. Untuk setiap objek, ditetapkan nilai yang berbeda. Untuk manusia juga berbeda nilainya menurut jenis kelamin dan usia. Uang itu diberikan kepada imam untuk pemeliharaan Bait Allah, dan orang yang bernazar akan terlepas dari nazarnya.

Penebusan lahan dan rumah ditetapkan menurut masa pakainya, karena orang Israel punya peraturan tentang tahun Yobel. Tahun Yobel adalah tahun kelima puluh; di tahun itu, budak harus dibebaskan dan tanah harus dikembalikan kepada pemiliknya. Allah mengatur sedemikian rupa sehingga orang yang menazarkan tanah/lahan tidak dirugikan, dan juga tidak bisa mempermainkan harga penebusan.

Yang tidak boleh dijadikan objek nazar adalah anak sulung manusia dan binatang, karena semua anak sulung memang milik Allah. Karena anak sulung dianggap milik Allah, anak sulung hewan yang tidak haram harus dikorbankan sebagai korban bakaran; anak sulung hewan haram harus dijual dan hasilnya dipersembahkan kepada Tuhan dengan ditambah 20%; dan anak sulung manusia harus ditebus dengan nilai tertentu sesuai hukum Taurat.

Hingga sekarang, orang Yahudi masih memelihara peraturan penebusan anak sulung, yang dikenal dengan istilah Pidyon Haben.

Namun ada kasus tertentu dimana objek nazar tidak bisa ditebus, yaitu ketika objek nazar itu dikhususkan bagi Allah.

Dikhususkan Bagi Allah

Istilah “dikhususkan” (bahasa Ibrani: חרם charam, bahasa Yunani: αναθεμα anathema) berarti sesuatu/seseorang diberikan sepenuhnya kepada Allah, biasanya dengan cara menghancurkan/membunuh apa yang dijanjikan itu.

Akan tetapi segala yang sudah dikhususkan oleh seseorang bagi TUHAN dari segala miliknya, baik manusia atau hewan, maupun ladang miliknya, tidak boleh dijual dan tidak boleh ditebus, karena segala yang dikhususkan adalah maha kudus bagi TUHAN.

Imamat 27:28

Ini termasuk juga manusia. Sekalipun Allah tidak menghendaki korban manusia, namun bila seseorang sampai dikhususkan bagi Allah, maka nazar itu harus ditepati, agar orang tidak sembarangan bernazar kepada Allah.

Setiap orang yang dikhususkan, yang harus ditumpas di antara manusia, tidak boleh ditebus, pastilah ia dihukum mati.

Imamat 27:29

Ada dua kondisi dimana manusia dikhususkan bagi Allah:

  1. Allah memintanya. Yang pertama dibinasakan oleh Allah adalah Sodom dan Gomora dengan hujan api dan belerang, karena kejahatan mereka. Kita tahu kisah istri Lot yang berubah menjadi tiang garam, yang mengindikasikan bahwa tanah itu “ditaburi garam” dari langit, sebagai tanda bahwa tempat itu harus menjadi tandus untuk seterusnya. Kisah lain adalah saat Allah memerintahkan Yosua membunuh semua penduduk Yerikho dan membakar kota itu serta isinya. Perlu kita ketahui, Allah tidak semena-mena dalam menentukan siapa atau kota mana yang harus dibinasakan, melainkan Ia bertindak sesuai keadilan-Nya. Sodom dan Gomora dihukum karena dosa mereka: “Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat dosanya” (Kejadian 18:20). Sedangkan penduduk Kanaan “dimuntahkan oleh negeri mereka” (Imamat 18:25) karena perbuatan mereka yang keji. Allah tidak menghendaki manusia binasa, melainkan agar mereka bertobat. Namun bila memang tidak ada pertobatan, maka yang ada hanyalah kebinasaan.
  2. Orang/kota itu dijanjikan oleh orang lain. Contohnya dalam Bilangan 21:2-3 orang Israel diserang oleh raja Arad di Kanaan, dan mereka bernazar: bila Allah menyerahkan orang-orang itu ke dalam tangan Israel, Israel akan menumpas habis seluruh wilayah tersebut. Allah mengabulkan permintaan mereka, dan Israel mengkhususkan daerah itu untuk Allah: tidak dijarah, tidak hanya dikalahkan, namun ditumpas habis dan dibakar. Maka daerah itu disebut Horma, yang berasal dari kata charam (“dikhususkan”).
Ilustrasi kehancuran Sodom dan Gomora

Anak Perempuan Yefta

Bagaimana dengan kasus anak perempuan Yefta? Agar kita mengerti betapa seriusnya kesalahan Yefta, perhatikan baik-baik kata-katanya:

Lalu bernazarlah Yefta kepada TUHAN, katanya: “Jika Engkau sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke dalam tanganku, maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, pada waktu aku kembali dengan selamat dari bani Amon, itu akan menjadi kepunyaan TUHAN, dan aku akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran.

Hakim-Hakim 11:30-31

Yefta berjanji untuk mengkhususkan apapun yang keluar dari rumahnya untuk menyambut dia dengan cara mempersembahkannya sebagai korban bakaran. Janji ini tentu sangat gegabah! Ia bernazar dalam kategori yang tidak bisa ditebus.

Itulah sebabnya peraturan ini ada, agar orang-orang tidak berbicara sembarangan kepada Allah. Yefta harus menelan pil pahit racikannya sendiri. Karena itu Pengkhotbah mengingatkan kita:

Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu. Lebih baik engkau tidak bernazar dari pada bernazar tetapi tidak menepatinya. Janganlah mulutmu membawa engkau ke dalam dosa, dan janganlah berkata di hadapan utusan Allah bahwa engkau khilaf. Apakah perlu Allah menjadi murka atas ucapan-ucapanmu dan merusakkan pekerjaan tanganmu?

Pengkhotbah 5:3-5

One reply on “Mengenai Nazar”

Leave a comment