Categories
Alkitab Doa Narasi

Daniel 9: Doa Orang Benar

Apa yang dilakukan Daniel ketika ia mendengar bahwa raja Nebukadnezar akan membinasakan semua orang berhikmat di kerajaannya (termasuk Daniel dkk)? Daniel berdoa.

Apa yang dilakukan Daniel ketika ia mendengar bahwa raja Darius mengeluarkan dekrit yang melarang semua orang di kerajaannya berdoa kecuali kepada sang raja? Daniel berdoa – kepada TUHAN, Allah Israel.

Apa yang dilakukan Daniel ketika ia melihat dalam nubuat nabi Yeremia bahwa 70 tahun telah berlalu sejak awal pembuangan Babel, dan Tuhan berjanji akan memulihkan Yerusalem? Lagi-lagi Daniel berdoa.

Daniel 9 adalah jendela bagi kita untuk melihat ke dalam isi hati dan pikiran Daniel: bagaimana ia memandang Tuhan, bangsanya, dan dirinya sendiri. Seperti perkataan dari seorang hamba Tuhan yang bijak:

“Doa seseorang mengungkapkan seperti apa dirinya.”

Perhatian Terhadap Firman Allah

“Pada tahun pertama kerajaan (Darius, orang Media) itu aku, Daniel, memperhatikan dalam kumpulan Kitab jumlah tahun yang menurut firman TUHAN kepada nabi Yeremia akan berlaku atas timbunan puing Yerusalem, yakni tujuh puluh tahun.”

Daniel 9:2

Daniel adalah salah satu orang yang percaya pada nubuatan nabi-nabi, bahkan ia memiliki salinan nubuat Yeremia. Bandingkan sikap Daniel ini dengan raja Yoyakim – raja yang memerintah saat Daniel diangkut ke Babel: raja Yoyakim merobek-robek nubuat Yeremia, tanda bahwa ia tidak peduli dengan firman Allah. Daniel dengan seksama memperhatikan nubuat Yeremia dan mendapati (mungkin lebih tepatnya “diingatkan lagi”) bahwa pembuangan ke Babel akan berlangsung selama 70 tahun saja.

“Babylonian Captivity” oleh James J. Tissot

Tahun itu adalah tahun ke-70 sejak Daniel diangkut ke dalam pembuangan di Babel. Babel telah runtuh dan yang berkuasa sekarang adalah kerajaan Media-Persia.

Kita bisa membayangkan mata Daniel bersinar-sinar ketika ia menyadari bahwa inilah saatnya Yerusalem dipulihkan. Apa yang Daniel lakukan setelah itu? Apa yang selalu ia lakukan: ia berdoa.

Ketika Daniel menerima firman Tuhan yang menyatakan bahwa ada janji Tuhan yang sudah saatnya mengalami penggenapan, Daniel segera bersiap untuk datang kepada Tuhan dan menagih janji-Nya. Daniel berani melakukan hal itu, karena Tuhan telah berjanji. Bila Tuhan tidak berjanji tentu ia tidak akan menagih apa-apa.

Kasih Kepada Allah

Perhatikan dua hal ini:

  1. Dalam doanya, Daniel merendahkan diri dengan mengenakan kain kabung dan abu, serta berpuasa. Ia menunjukkan kesungguhan hati dalam permohonannya dan berusaha menggerakkan belas kasihan Allah atas bangsanya.
  2. Daniel kemudian mendapat jawaban dari Allah melalui malaikat Gabriel, dan ia mencatat bahwa Gabriel menemuinya “pada waktu persembahan korban petang hari” (9:21).

Daniel telah 70 tahun tinggal di Babel. Selama 70 tahun yang panjang itu, ia tidak bisa lagi merayakan Hari Raya Pendamaian, satu-satunya hari dalam setahun dimana orang Israel diwajibkan berpuasa. Namun Daniel masih ingat bagaimana berdoa dan berpuasa sebagai tanda bahwa ia merendahkan diri di hadapan Allah. Kita bisa yakin bahwa puasa ini bukan yang pertama kali dilakukannya.

Imam mempersembahkan korban pagi/petang

Demikian pula sudah 70 tahun berlalu sejak Daniel terakhir melihat korban pagi dan petang dipersembahkan di Bait Suci. Pada saat itu Bait Suci di Yerusalem sudah tidak ada. Namun Daniel masih ingat jam berapa korban petang dipersembahkan, dan memakai waktu tersebut sebagai patokan waktunya.

Bagaimana Daniel tidak “sangat dikasihi” (9:23)? Ia mengasihi Tuhan dengan segenap hatinya. Tubuhnya dibawa ke Babel, tapi hatinya tetap melekat pada Tuhan dan Bait-Nya. Ia tidak bisa lagi mempersembahkan korban bakaran bagi Tuhan, namun ia mempersembahkan tubuhnya sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah. Begitu salehnya Daniel, sehingga ia menjadi salah satu dari tiga orang yang kesalehannya mempermalukan semua manusia (dua yang lain adalah Nuh dan Ayub – Yehezkiel 14:14).

Pengenalan Akan Allah

Doa Daniel mengungkapkan teologinya, pengenalannya yang mendalam akan Allah dan imannya.

“Ah Tuhan, Allah yang maha besar dan dahsyat, yang memegang Perjanjian dan kasih setia terhadap mereka yang mengasihi Engkau serta berpegang pada perintah-Mu! Kami telah berbuat dosa dan salah, kami telah berlaku fasik dan telah memberontak, kami telah menyimpang dari perintah dan peraturan-Mu…”

Daniel 9:4-5

Daniel memahami bahwa hubungan Israel dengan Allah adalah hubungan perjanjian. Allah senantiasa setia dalam perjanjian-Nya, Ia melakukan bagian-Nya dengan memelihara dan membela Israel. Ia bahkan sabar terhadap mereka ketika mereka berbuat serong. Tapi umat-Nya tidak mau bertobat dan terus memberontak, dengan sengaja melanggar perjanjian itu.

Terhadap orang-orang yang setia mengikuti perjanjian dengan Allah (seperti Daniel), Allah menunjukkan kasih setia-Nya. Namun bagi mereka yang menginjak-injak perjanjian itu, kutuk yang akan mereka terima. Kutuk itu sesuai dengan surat perjanjian tertulis yang ada antara Allah dengan Israel, yaitu Taurat Musa.

Ilustrasi Musa menerima Taurat

“Segenap orang Israel telah melanggar hukum-Mu dan menyimpang karena tidak mendengarkan suara-Mu. Sebab itu telah dicurahkan ke atas kami kutuk dan sumpah, yang tertulis dalam kitab Taurat Musa, hamba Allah itu, sebab kami telah berbuat dosa terhadap Dia. . Seperti yang tertulis dalam kitab Taurat Musa, segala malapetaka ini telah menimpa kami . . Sebab itu TUHAN bersiap dengan malapetaka itu dan mendatangkannya kepada kami; karena TUHAN, Allah kami, adalah adil dalam segala perbuatan yang dilakukan-Nya.

Daniel 9:11, 13-14

Daniel menyatakan bahwa hukuman yang Tuhan berikan atas Israel dengan membuang mereka ke Babel adalah adil. Tuhan tidak bertindak sembarangan karena emosi; Dia bertindak sesuai dengan perjanjian-Nya dengan umat-Nya. Bila mereka taat perjanjian, Tuhan memberkati. Bila mereka melanggar perjanjian (terus-menerus pula!), Tuhan menghukum mereka.

“Ya Tuhan, sesuai dengan belas kasihan-Mu, biarlah kiranya murka dan amarah-Mu berlalu dari Yerusalem, kota-Mu, gunung-Mu yang kudus . . Oleh sebab itu, dengarkanlah, ya Allah kami, doa hamba-Mu ini dan permohonannya, dan sinarilah tempat kudus-Mu yang telah musnah ini dengan wajah-Mu, demi Tuhan sendiri. Ya Allahku, arahkanlah telinga-Mu dan dengarlah, bukalah mata-Mu dan lihatlah kebinasaan kami dan kota yang disebut dengan nama-Mu, sebab kami menyampaikan doa permohonan kami ke hadapan-Mu bukan berdasarkan jasa-jasa kami, tetapi berdasarkan kasih sayang-Mu yang berlimpah-limpah.”

Daniel 9:16-18

Daniel menyebutkan beberapa hal penting. Pertama, ia mengacu pada kasih Allah bagi umat-Nya. Ia tidak membanggakan jasanya atau menceritakan kesalehannya agar Allah seolah berhutang budi dan harus menjawab doanya. Daniel sadar bahwa kemarahan Allah atas umat-Nya adalah adil, dan yang bisa membuat Ia berbalik hanyalah belas kasihan-Nya sendiri.

Ilustrasi Bait Suci yang dibangun oleh Salomo, oleh Sam Lawlor

Kedua, Daniel tahu bahwa Allah tidak akan membatalkan pilihan dan perjanjian-Nya. Ia menyebut “Yerusalem, kota-Mu, gunung-Mu yang kudus.” Kota itu “disebut dengan nama-Mu.” Tempat yang dinista bangsa-bangsa kafir itu adalah “tempat kudus-Mu yang telah musnah.” Daniel “mengingatkan” Tuhan bahwa yang sebenarnya diinjak-injak oleh bangsa-bangsa lain itu bukanlah manusia, tapi kekudusan Tuhan sendiri. Pada saat Tuhan memulihkan Yerusalem, pada saat itulah bangsa-bangsa lain akan melihat kemuliaan Allah Israel yang membawa umat-Nya kembali ke tanah perjanjian.

Ketiga, Daniel bersandar pada kebenaran yang teguh bahwa Allah tidak pernah berubah. “Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya,” adalah nyanyian yang didengar Daniel pada masa mudanya di Yerusalem, dan tetap ia pegang sampai akhir hidupnya. Allah tetap berbelas kasihan; kasih sayang-Nya tetap melimpah-limpah. Israel bisa berubah setia, tapi Allah tidak pernah berubah.

Karena itu Daniel menagih janji Allah untuk memulihkan kota-Nya setelah 70 tahun, karena ia tahu bahwa Allah tidak akan ingkar. Doa Daniel ini “mendesak” Allah agar segera, kalau bisa saat ini juga, Allah menjalankan rencana-Nya yang telah Ia sampaikan melalui nabi-nabi-Nya.

Bagaimana Dengan Kita?

Banyak orang percaya ungkapan, “Kata-kata adalah doa,” dengan keyakinan bahwa apa yang didoakan pasti terjadi. Namun kita tahu bahwa bagi banyak orang kata-kata itu kosong dan tidak berarti. Tidak semua doa berarti, apalagi bila pendoanya orang yang tidak mengenal Allah.

Tidak semua doa berarti,
apalagi bila pendoanya orang yang
tidak mengenal Allah.

Ini membawa pada satu kebenaran yang penting: Doa tidak bisa dipisahkan dari pendoanya. Daniel adalah contohnya. Seorang yang benar di hadapan Allah, yang mengasihi Allah dan mengharapkan kemuliaan-Nya dinyatakan melalui pemulihan umat-Nya, yang berdoa sesuai dengan janji Allah yang Ia sampaikan melalui nabi-Nya, adalah orang yang doanya didengar oleh Allah.

Banyak orang berharap doanya didengar dengan cara mengulang-ulang doa, “mengklaim” ayat-ayat firman Tuhan, berdoa dengan bahasa roh, dsb. Tapi yang sebenarnya dibutuhkan bukan itu.

Orang yang mengasihi Tuhan + berdoa sesuai firman Tuhan = Jawaban

Mari kita introspeksi diri. Mengapa kita berdoa? Untuk siapa? Apakah kemuliaan Tuhan adalah prioritas bagi kita? Apakah kita mengerti firman Tuhan? Apakah doa kita sesuai dengan rencana Tuhan dalam firman-Nya? Apakah hidup kita benar di hadapan Allah? Itu semua menentukan kualitas doa kita. Ingatlah perkataan firman Tuhan ini:

“Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.”

Yaokobus 5:16

One reply on “Daniel 9: Doa Orang Benar”

Leave a comment