Categories
Alkitab Narasi

Yusuf: Mengelola Semua Yang Allah Percayakan

Silakan klik untuk post pertama dan post kedua. Bagian ini adalah yang terakhir, dan saya akan membahas tentang karier Yusuf. Yusuf adalah orang yang luar biasa sukses, mungkin lebih dari kita semua. Dia berkuasa atas suatu bangsa, dan bukan bangsa sembarangan pula.

Ilustrasi tembok putih kota Memphis

Pada masa Yusuf, Mesir adalah salah satu kerajaan terbesar di bumi. Mesir juga adalah lumbung padi terkenal, karena letaknya yang strategis di sepanjang sungai Nil. Mesir kala itu tidak seperti Mesir sekarang yang terkesan gersang. Mesir melimpah dengan kekayaan, kehidupan, dan teknologi maju.

Yusuf datang ke Mesir sebagai budak. Namun kita bisa bayangkan betapa takjubnya Yusuf melihat Mesir yang jauh berbeda dari tempat asalnya. Mesir adalah kerajaan yang besar dan sangat teratur, berbeda dengan Kanaan yang terdiri dari banyak city states. Yusuf dibeli oleh Potifar, kepala pasukan Firaun. Sebagai seorang tentara senior, tentu Potifar adalah orang yang teratur dan menginginkan keteraturan pula dalam rumah tangganya. Yusuf sebagai pegawai baru tentu diajari berbagai hal, dan dari situlah ia belajar menjadi pengelola.

Ilustrasi kekuatan militer Mesir kuno

Yusuf adalah orang yang rajin. Dari mana kita tahu hal itu? Karena dalam waktu singkat, ia “naik pangkat” dari anak kemarin sore, menjadi orang kepercayaan Potifar di rumahnya. Yusuf, yang mungkin baru berusia awal 20-an, pasti sangat menyenangkan tuannya bila ia sampai menjadi kepala atas seluruh rumah Potifar. Kecakapan itu tidak mungkin ia peroleh tanpa kerja keras, fokus pada pekerjaannya, dan sikap yang baik terhadap tuannya.

Pada saat itu, saya yakin Yusuf tidak berpikir bahwa ia akan kembali ke rumah ayahnya. Bagaimana bisa? Ia telah dibeli sebagai budak oleh Potifar; sepanjang sisa hidupnya ia akan harus bekerja sebagai budak. Namun Yusuf tidak menyesali nasib dan mengasihani diri sendiri. Bila memang tidak ada pilihan lain, maka dia akan memberikan yang terbaik untuk pekerjaan yang dijumpai tangannya. Bila memang harus menjadi budak, ia harus menjadi budak terbaik yang dimiliki tuannya. Tetapi bukan hanya itu.

Yusuf disertai Allah. Allahlah yang membuat dia unggul dari orang lain, dan selalu berhasil dalam segala hal.

Tuhan menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu. . . Sejak ia memberikan kuasa dalam rumahnya dan atas segala miliknya kepada Yusuf, Tuhan memberkati rumah orang Mesir itu karena Yusuf, sehingga berkat Tuhan ada atas segala miliknya, baik yang di rumah maupun yang di ladang.

Kejadian 39:2, 5

Tetapi Tuhan menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya, dan membuat Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu. Sebab itu kepala penjara mempercayakan semua tahanan dalam penjara itu kepada Yusuf, dan segala pekerjaan yang harus dilakukan di situ, dialah yang mengurusnya. Dan kepala penjara tidak mencampuri segala yang dipercayakannya kepada Yusuf, karena Tuhan menyertai dia dan apa yang dikerjakannya dibuat Tuhan berhasil.

Kejadian 39:21-23

Sepanjang kisah hidupnya dalam kitab Kejadian, kita melihat Yusuf tidak pernah sekali pun memuji diri, walau ia sukses. Ia tidak berkata bahwa ia berhasil karena ia tekun, atau berambisi, atau berpikir positif. Semua keberhasilannya ia atributkan kepada Allah.

Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong. Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir. . . Segeralah kamu kembali kepada bapa dan katakanlah kepadanya: Beginilah kata Yusuf, anakmu: Allah telah menempatkan aku sebagai tuan atas seluruh Mesir; datanglah mendapatkan aku, janganlah tunggu-tunggu.”

Kejadian 45:7-9

Dari kata-kata Yusuf itu kita juga melihat kesadarannya bahwa ia diberi tugas oleh Allah. Ia ditugaskan untuk mengelola apa yang Allah karuniakan kepadanya. Kita tahu bahwa Yusuf menjalankan tugasnya dengan baik sehingga bukan hanya Mesir, namun daerah-daerah sekitarnya juga, selamat dari bencana kelaparan. Yusuf juga adalah manajer yang luar biasa untuk segala harta kekayaan Firaun. Ia membeli seluruh Mesir, tanah beserta orangnya, untuk menjadi milik Firaun, dan membuat tuannya itu sangat kaya; pada saat yang sama, rakyat Mesir justru berterima kasih karena mereka diberi makanan sebagai imbalan mengabdikan diri pada Firaun. Ini semua adalah bentuk kesetiaan Yusuf dalam menjalankan tugas yang Allah percayakan padanya.

Yusuf setia dalam tugasnya ketika menjadi budak Potifar. Bahkan di penjara pun, di mana ia tidak memiliki kewajiban seperti di rumah Potifar, ia menunjukkan kualitasnya dengan membantu kepala penjara. Allah memperhatikan ketekunan dan kerendahan hati Yusuf, dan mengangkat dia pada waktu-Nya.

Ketika Yusuf berjumpa dengan Firaun, Firaun menunjukkan kapasitasnya sebagai raja karena ia mengenali hikmat Allah yang ada pada Yusuf.

Ilustrasi Yusuf di hadapan Firaun

Lalu berkatalah Firaun kepada para pegawainya: “Mungkinkah kita mendapat orang seperti ini, seorang yang penuh dengan Roh Allah?” Kata Firaun kepada Yusuf: “Oleh karena Allah telah memberitahukan semuanya ini kepadamu, tidaklah ada orang yang demikian berakal budi dan bijaksana seperti engkau. Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku, dan kepada perintahmu seluruh rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku dari padamu.”

Kejadian 41:38-40

Yusuf adalah orang pertama dalam Alkitab yang disebut “penuh dengan Roh Allah”, dan bukti dari kepenuhannya itu adalah hikmatnya yang melebihi orang lain di Mesir. Hikmat Roh Allah, ditambah kesetiaan dan kerendahan hati Yusuf, menjadi berkat yang luar biasa – bukan hanya bagi Mesir tapi juga bagi dunia.

Yusuf menjadi kuasa atas Mesir, lukisan oleh James Jacques Joseph Tissot

Kita tentu menginginkan kesuksesan Yusuf. Tapi apakah kita menginginkan ketekunannya, kesetiaannya, dan semangatnya dalam melewati penderitaan? Apakah kita memiliki fokus yang sama seperti Yusuf dalam pekerjaan kita: belajar dan bekerja sampai lebih ahli dari semua orang lain? Apakah kita menawarkan diri untuk membantu orang lain? Apakah kita memberikan solusi untuk orang lain? Atau apakah kita hanya mengeluhkan nasib, kurangnya fasilitas, sulitnya pekerjaan, dsb? Apakah kita patah semangat ketika kita sudah berusaha, tapi malah mengalami kemalangan, seperti Yusuf yang masuk penjara? Pernahkah kita memohon pertolongan Roh Allah yang sanggup memberi kita hikmat? Dan ketika kita sukses, apakah kita rela berkata, “Bukan aku, melainkan Allah”?

2 replies on “Yusuf: Mengelola Semua Yang Allah Percayakan”

Leave a comment