Categories
Alkitab Narasi

Yusuf: Karakter Yang Terpuji

Saya berniat menulis tentang Yusuf dalam satu post, tapi ternyata banyak sekali yang bisa dibahas. Karena itu saya akan bagi menjadi tiga post yang membicarakan Yusuf. Post pertama adalah tentang karakternya, post kedua tentang hubungan Yusuf dengan Allah, dan post ketiga tentang karier Yusuf. Tentunya ketiga hal ini saling overlap, tapi saya akan memberi penekanan di tiap hal.

Yakub memberkati putera-puteranya

Yusuf adalah salah satu tokoh yang berperan besar dalam kitab Kejadian. Kejadian 37, 39-47 dan 50 (sebelas pasal, yang berarti seperlima dari kitab Kejadian) adalah tentang dia. Ketika Yakub memberkati keduabelas anaknya menjelang kematiannya, ia memberkati Yusuf sebagai anak sulung:

Yusuf adalah seperti pohon buah-buahan yang muda; pohon buah-buahan yang muda pada mata air. Dahan-dahannya naik mengatasi tembok. Walaupun pemanah-pemanah telah mengusiknya, memanahnya dan menyerbunya, namun panahnya tetap kokoh dan lengan tangannya tinggal liat, oleh pertolongan Yang Mahakuat pelindung Yakub, oleh sebab gembalanya Gunung Batu Israel, oleh Allah ayahmu yang akan menolong engkau, dan oleh Allah Yang Mahakuasa, yang akan memberkati engkau dengan berkat dari langit di atas, dengan berkat samudera raya yang letaknya di bawah, dengan berkat buah dada dan kandungan. Berkat ayahmu melebihi berkat gunung-gunung yang sejak dahulu, yakni yang paling sedap di bukit-bukit yang berabad-abad; semuanya itu akan turun ke atas kepala Yusuf, ke atas batu kepala orang yang teristimewa di antara saudara-saudaranya.

Kejadian 49:22-26

Mengapa Yusuf diberkati sebagai pewaris, sebagai anak sulung? Kita lihat saudara-saudaranya.

1. Ruben, sekalipun anak sulung, tidak mendapat berkat karena ia telah melanggar hak ayahnya dengan cara tidur dengan salah satu isteri ayahnya (Kejadian 35:22). Ini mendatangkan kutuk, bukannya berkat, bagi dia. Seperti Esau, ia telah menukar hak kesulungannya dengan hawa nafsu sesaat.

2. Simeon dan Lewi, adalah orang-orang yang mencintai kekerasan (Kejadian 34). Mereka begitu bengis sehingga ayah mereka sendiri pun tidak mau terlibat dalam rencana-rencana mereka yang jahat. Keduanya tidak mendapatkan berkat sebagai anak sulung, bahkan mereka tidak mendapatkan tempat khusus di tanah perjanjian nantinya.

3. Yehuda dinubuatkan sebagai anak yang akan memerintah atas saudara-saudaranya. Ia dilambangkan sebagai singa, sang raja hutan. Dari keturunannya akan datang raja-raja, bahkan ada satu raja yang istimewa yang akan memerintah atas bangsa-bangsa. Tetapi mengingat kelakuan Yehuda dalam Kejadian 38, diapun tidak diberkati sebagai anak sulung.

4. Zebulon, Isakhar, Dan, Gad, Asyer, dan Naftali tidak mendapat hak kesulungan, mungkin karena mereka bukan kandung anak Lea maupun Rahel.

5. Benyamin adalah anak paling bungsu.

Tinggallah Yusuf, anak Yakub dari Rahel, yang mendapatkan hak kesulungan. Tetapi bukan hanya masalah kelahiran yang jadi pertimbangan di sini.

Dari semua anak-anak Yakub (kecuali Benyamin, yang mungkin masih sangat muda ketika Yusuf dijual ke Mesir), Yusuf sepertinya memiliki karakter terbaik. Memang dia sempat berbuat bodoh dengan menceritakan mimpinya di depan saudara-saudaranya, dan membuat mereka makin tidak suka kepadanya. Namun karakter Yusuf yang sebenarnya, nampak ketika ia tinggal di Mesir sebagai budak.

Saya sering berpikir betapa menderitanya Yusuf: dari tuan muda, anak kesayangan ayahnya, menjadi budak di negara asing, yang mungkin bicara bahasanya pun ia tidak bisa. Dari dilayani, menjadi pelayan. Di awal kehidupannya di Mesir, pasti Yusuf sangat tertekan. Namun, seperti berlian, semakin besar tekanan, semakin terbentuk karakter Yusuf.

Sungguh menarik bahwa setelah kisah tentang gaya hidup Yehuda yang ugal-ugalan dalam Kejadian 38, kita membaca tentang Yusuf yang sangat lurus hidupnya dalam pasal 39. Ia menjadi orang kepercayaan Potifar karena ia begitu cakap. Semua yang dia kerjakan berhasil, karena Tuhan menyertainya. Yusuf tentu saja jujur dan tekun, bekerja dengan segenap hati, sehingga ia bisa menjadi kepercayaan seorang kepala pengawal raja.

Memang tidak diceritakan apa yang dirasakan oleh Yusuf (karena Alkitab bukan diary, tentunya), tetapi kita bisa membayangkan apa yang terjadi. Yusuf tidak punya pilihan lain selain bekerja sesuai perintah tuannya. Dan ia lakukan itu, bukan dengan sungut-sungut atau ala kadarnya, tetapi begitu baik pekerjaannya, sampai ia menjadi orang kepercayaan Potifar. Bahkan dikatakan bahwa Yusuf itu “manis sikapnya”. Dia tipe pegawai selalu siap bekerja, yang sangat disukai bosnya.

Bukan hanya cakap, Yusuf juga takut akan Allah. Ia langsung menolak, dan terus menolak bujukan isteri Potifar untuk berselingkuh. Jawaban Yusuf:

“Dengan bantuanku tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku, bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?”

Kejadian 39:8-9

Banyak anak muda akan aji mumpung bila menghadapi situasi seperti Yusuf. Potifar adalah kepala pasukan raja; isterinya tentunya cantik dan menarik. Ditambah lagi ia sangat suka kepada Yusuf, dan setiap hari membujuk Yusuf untuk tidur dengannya. Wanita ini sangat bernafsu terhadap Yusuf, dan Yusuf ada di usia dimana biasanya pria bergejolak hasratnya.

Tetapi Yusuf sadar ia diberi kepercayaan yang besar oleh Potifar, dan ia harus mengelola – bukan malah menyalahgunakan kewenangan itu. Bila ia sampai selingkuh dengan isteri tuannya, ia melakukan kejahatan besar. Tidak hanya itu, kejahatannya itu merupakan dosa terhadap Allah. Kejahatan, kita lakukan terhadap manusia. Tetapi dosa, kita lakukan terhadap Allah. Orang muda yang memahami hal ini tentunya bukan orang sembarangan.

Joseph and Potiphar’s Wife oleh Guido Reni (1630)

Suatu hari sang nyonya rumah hendak memperkosa Yusuf, namun usahanya gagal. Peristiwa ini membuat Yusuf difitnah dan dijebloskan ke dalam penjara. Tetapi di dalam penjara ia tidak lantas mengasihani diri sendiri. Ia bekerja. Di manapun ia berada, ia tidak menjadi beban, namun justru menjadi orang yang sangat membantu pemimpin di situ. Di penjarapun ia menjadi manajer yang baik dan Tuhan menyertai dia.

Ketika Yusuf dibawa ke istana Firaun untuk menafsirkan mimpi sang raja, ia berperilaku baik dan memberikan segala penghormatan kepada Allah, yang menyatakan arti mimpi. Yusuf tidak memanfaatkan kesempatan itu untuk meminta keadilan dari Firaun, malah ia dengan profesional menjawab pertanyaan Firaun, bahkan memberikan nasehat kepada Firaun.

Sikap Yusuf yang lain yang bisa kita lihat adalah kerendahan hatinya. Yusuf tidak melupakan Allah dalam segala kesuksesannya. Ia menyadari bahwa semua yang ia miliki adalah pemberian Allah, dan Allahlah yang membuat dia begitu sukses hanya dalam sehari. Allahlah terus memberkatinya dan membuat pekerjaannya berhasil. Yusuf sadar penuh akan hal ini, sehingga ia tidak lupa diri.

Namun karakter Yusuf yang mungkin paling menonjol adalah jiwa besarnya. Selama 13 tahun, Yusuf harus menjadi budak dan narapidana di sebuah negeri asing, karena kakak-kakaknya tega menjualnya sebagai budak (tadinya mereka bahkan hendak membunuh dia). Banyak orang tentu akan sangat kepahitan apabila mereka kehilangan tahun-tahun terbaik dalam hidup mereka karena perbuatan orang lain. Tetapi ketika Yusuf berjumpa lagi dengan kakak-kakaknya – dan kali itu ia dalam posisi sangat bisa membalas kejahatan mereka kepadanya, ia tidak membalas. Ia malah menyelamatkan mereka dari kelaparan dan memboyong mereka semua ke Mesir untuk tinggal di tanah terbaik. Yusuf mengampuni kakak-kakaknya, bahkan berbuat baik kepada mereka.

Yusuf bertemu kembali dengan saudara-saudaranya

Yusuf berkata kepada mereka: “Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah? Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. Jadi janganlah takut, aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga.” Demikianlah ia menghiburkan mereka dan menenangkan hati mereka dengan perkataannya.

Kejadian 50:19-21

Wajar bila kakak-kakak Yusuf ketakutan; mereka pikir Yusuf akan membalas dendam pada mereka setelah ayah mereka meninggal. Namun Yusuf menggarisbawahi satu hal yang penting: Allahlah yang berhak mengadakan pembalasan – dan Yusuf bukan Allah, sehingga ia tidak akan membalas.

Bila Yusuf mau membalas dendam, ia bisa melakukannya sejak awal. Namun karena memang tidak ada niat di hatinya untuk membalas mereka, bahkan yang ada adalah niat untuk berbuat baik kepada mereka, Yusuf tetap memperlakukan saudara-saudaranya dengan baik setelah kematian Yakub. Bandingkan dengan respon kakak-kakak Yusuf dulu, yang memperlakukannya dengan penuh kebencian dan kejahatan karena iri hati. Yusuf jauh berbeda dibandingkan mereka.

Semua karakter dan sikapnya ini menunjukkan betapa unggulnya Yusuf dibanding orang lain dalam hal karakter. Kesusahan tidak menghancurkannya, dan kesuksesan tidak membuatnya lupa diri. Hatinya tidak dikuasai kepahitan kepada orang-orang yang bersalah kepadanya, karena ia tahu siapa dirinya dan seperti apa Allah yang ia sembah. Untuk hal ini, Yusuf dipilih menjadi anak sulung yang diberkati:

Ruben, anak sulung Israel. . . dialah anak sulung, tetapi karena ia telah melanggar kesucian petiduran ayahnya, maka hak kesulungannya diberikan kepada keturunan dari Yusuf, anak Israel juga, sekalipun tidak tercatat dalam silsilah sebagai anak sulung. Memang Yehudalah yang melebihi saudara-saudaranya, bahkan salah seorang dari antaranya menjadi raja, tetapi hak sulung itu ada pada Yusuf.

1 Tawarikh 5:1-2

Baca lanjutannya di sini.

One reply on “Yusuf: Karakter Yang Terpuji”

Leave a comment