Categories
Alkitab Nubuat

Amos 9.1: Penghukuman

Di pasal terakhir kitab Amos, kita melihat bagaimana Tuhan melaksanakan janji-Nya. Sayangnya bukan janji berkat, melainkan janji penghukuman. Setelah bangsa Israel menutup telinga mereka bagi peringatan, sekarang waktunya Tuhan melaksanakan ancaman-Nya.

Gempa Bumi

Kulihat Tuhan berdiri dekat mezbah, dan Ia berfirman:
“Pukullah hulu tiang dengan keras,
sehingga ambang-ambang bergoncang,
dan runtuhkanlah itu ke atas kepala semua orang,
dan sisa-sisa mereka akan Kubunuh dengan pedang;
tidak seorangpun dari mereka akan dapat melarikan diri,
dan tidak seorangpun dari mereka akan dapat meluputkan diri.”

Amos 9:1

Penglihatan terakhir Amos adalah Tuhan sendiri memerintahkan dan mengawasi hukuman. Amos berada di kota Betel, di kuil tempat penyembahan lembu emas, dan di situ ia melihat “Tuhan berdiri dekat mezbah.” Tuhan memberi perintah untuk memukul hulu tiang kuil itu sehingga ambruk bangunannya dan menimpa orang-orang di dalamnya.

Ilustrasi Amos berkhotbah di tempat ibadah di Betel

Yang menarik, bila kita kembali kepada pembukaan kitab Amos, kita melihat informasi penting:

Perkataan yang dinyatakan kepada Amos, salah seorang peternak domba dari Tekoa, tentang Israel pada zaman Uzia, raja Yehuda, dan dalam zaman Yerobeam anak Yoas, raja Israel, dua tahun sebelum gempa bumi.

Amos 1:1

Bagaimana Tuhan merobohkan bangunan? Dengan cara menggoncangkan bumi. Amos berkali-kali mengarah ke sana dalam nubuatnya.

Aku akan melakukan hukuman kepada mezbah-mezbah Betel,
sehingga tanduk-tanduk mezbah itu dipatahkan dan jatuh ke tanah. 
Aku akan merobohkan balai musim dingin beserta balai musim panas;
hancurlah rumah-rumah gading, dan habislah rumah-rumah gedang,”
demikianlah firman TUHAN.

Amos 3:14-15

Sebab sesungguhnya, TUHAN memberi perintah,
maka rumah besar dirobohkan menjadi reruntuhan
dan rumah kecil menjadi rosokan.

Amos 6:11

Tidakkah akan gemetar bumi karena hal itu,
sehingga setiap penduduknya berkabung?
Tidakkah itu seluruhnya akan naik seperti sungai Nil,
diombang-ambingkan dan surut seperti sungai Mesir?

Amos 8:8

Dan yang terakhir adalah pasal 9:1. Kita mungkin tidak berpikir bahwa “bumi gemetar” dan “rumah dirobohkan” mengandung arti literal, bukan kiasan. Namun ternyata Tuhan sungguh-sungguh menggenapi perkataan-Nya.

Sejak tahun 1955, penggalian situs sejarah di Israel dan Yordania sudah menunjukkan tanda-tanda bekas gempa bumi yang terjadi pada akhir masa raja-raja di Israel dan Yehuda. Berdasarkan berbagai penelitian, waktu gempa diperkirakan sekitar tahun 750 sebelum Masehi, yaitu sekitar waktu pelayanan nabi Amos.

Pada 27 Mei 2006 di Yoygakarta terjadi gempa berkekuatan 5,9 Skala Richter selama 57 detik. Lebih dari 6000 orang tewas dalam gempa tersebut. Bisa dibayangkan jumlah korban gempa di Israel pada masa Amos, karena gempanya lebih besar (sampai 8 SR) dan lebih lama (diperkirakan sekitar 90 detik), dan bangunan-bangunan terbuat dari balok-balok batu besar.

Kota yang paling dahsyat terdampak adalah Hazor, salah satu kota berkubu yang penting di Israel. Di kota Gezer para arkeolog menemukan batu tembok kota yang beratnya berton-ton, pecah dan bergeser cukup jauh dari fondasinya. Di kota Tel-Shafi – yang dulunya adalah kota Gat orang Filistin – ditemukan bukti robohnya tembok kota setebal hampir 4 meter. Amotz Agnon dari The Hebrew University di Yerusalem menyatakan, “Kerusakan seperti itu tidak bisa disebabkan oleh manusia.”

Di Hazor ditemukan tembok kota yang miring, tanda yang jelas bahwa pernah terjadi gempa bumi yang memiringkan dan merobohkan bangunan.

Pusat gempa tersebut adalah di daerah Libanon, sebelah utara kerajaan Israel. Gempa diperkirakan berukuran antara 7,8 sampai 8,2 skala richter, dan kota-kota yang terletak 175 Km jauhnya dari pusat gempa pun mengalami kerusakan parah. Diperkirakan pengaruh gempa terasa bahkan sampai jarak 300-400 Km.

(Pembaca yang tertarik bisa membaca artikel ilmiah mengenai gempa tersebut di sini dan di sini.)

Peta pusat gempa 750 SM

Sejarawan Yahudi abad pertama, Flavius Yosefus, juga menyebutkan gempa dahsyat ini. Menurutnya, gempa tersebut adalah peringatan Allah terhadap Uzia, raja Yehuda, yang lancang mempersembahkan ukupan di Bait Suci di Yerusalem (tugas yang hanya boleh dijalankan oleh imam). Ini adalah penafsirannya sendiri, namun sekaligus merupakan bukti bahwa gempa besar benar-benar terjadi.

Naskah terjemahan abad ke-11 karya Yosefus “Riwayat Orang Yahudi” (ditulis pada abad pertama Masehi). Teks di atas dalam bahasa Latin.

Gempa ini disebutkan juga oleh nabi Zakharia (yang hidup lebih dari 200 tahun setelah Amos), yang mengkonfirmasi apa yang Amos katakan dalam nubuatannya:

Maka tertutuplah lembah gunung-gunung-Ku,
sebab lembah gunung itu akan menyentuh sisinya;
dan kamu akan melarikan diri
seperti kamu pernah melarikan diri oleh karena gempa bumi pada zaman Uzia, raja Yehuda.
Lalu TUHAN, Allahku, akan datang,
dan semua orang kudus bersama-sama Dia.

Zakharia 14:5

Bila gempa itu masih disinggung oleh Zakharia, berarti peristiwa tersebut sangat dahsyat dan tidak terlupakan oleh bangsa Israel.

Amos adalah nabi pertama di Israel dan Yehuda yang memiliki sebuah kitab atas namanya. Dan sejak Amos, nabi-nabi lain selalu berbicara tentang gempa bumi sebagai hukuman Allah.

Melawan Yang Mahakuasa

Bila seorang nabi datang untuk memperingatkan rakyat agar bertobat, dan ia meramalkan akan terjadi gempa besar, dan gempa itu benar-benar terjadi, kita tentu berpikir bahwa rakyat tersebut akan percaya dan bertobat. Bukankah sudah jelas bahwa nabi itu benar-benar menyampaikan firman Tuhan?

Tetapi Israel tidak! Gempa besar yang sangat merusak itu tidak membuat mereka sadar dan berseru minta pengampunan dari Allah. Hidup berjalan seperti biasa, dan mereka tetap sibuk dengan kejahatan dan penyembahan berhala. Karena itu Allah tidak berhenti sampai dengan gempa saja.

“Sekalipun mereka menembus sampai ke dunia orang mati,
tangan-Ku akan mengambil mereka dari sana;
sekalipun mereka naik ke langit,
Aku akan menurunkan mereka dari sana. 
Sekalipun mereka bersembunyi di puncak gunung Karmel,
Aku akan mengusut dan mengambil mereka dari sana;
sekalipun mereka menyembunyikan diri terhadap mata-Ku di dasar laut,
Aku akan memerintahkan ular untuk memagut mereka di sana. 
Sekalipun mereka berjalan di depan musuhnya sebagai orang tawanan,
Aku akan memerintahkan pedang untuk membunuh mereka di sana.
Aku akan mengarahkan mata-Ku kepada mereka untuk kecelakaan
dan bukan untuk keberuntungan mereka.” 

Amos 9:2-4

Pada masa Amos, orang-orang berpikir bahwa para allah itu hanya kuat secara regional. Di luar wilayah mereka, mereka tidak punya kuasa. Bandingkan dengan Indonesia. Misalnya di pantai selatan Jawa, terutama di Yogyakarta, penguasanya adalah Nyai Roro Kidul; sementara di Pekalongan yang di pantai utara ada Dewi Lanjar; dan seterusnya. Mereka terbatas hanya pada tempat mereka masing-masing.

Itu juga yang mereka pikir tentang TUHAN, Allah Israel. Mereka berpikir Dia hebat di Yerusalem, atau mungkin di Betel juga, tapi tidak di tempat lain. Di dunia orang mati Ia tidak punya kuasa lagi; di langit ada bala tentara surga, yaitu para dewa bintang, matahari, dan bulan yang berkuasa; di Karmel ada Baal-Karmel yang menguasai daerah itu; di laut ada Lewiatan; dan bila mereka pindah ke daerah lain seperti Asyur, ada dewa-dewa Asyur yang kuat. Di sana, pikir mereka, TUHAN tidak berkuasa.

Lewiatan, monster laut yang menakutkan manusia. “Penghancuran Lewiatan” karya Gustave Dore (1865).

Betapa kelirunya mereka! TUHAN sanggup mengejar mereka dan menghukum mereka lebih dari yang sudah-sudah, karena Ia berkuasa atas seluruh ciptaan-Nya.

Tuhan ALLAH semesta alamlah yang menyentuh bumi,
sehingga bergoyang, dan semua penduduknya berkabung,
dan seluruhnya naik seperti sungai Nil,
dan surut seperti sungai Mesir; 
yang mendirikan anjung-Nya di langit
dan mendasarkan kubah-Nya di atas bumi;
yang memanggil air laut
dan mencurahkannya ke atas permukaan bumi;
TUHAN itulah nama-Nya.

Amos 9:5-6

Siapa yang berkuasa atas seluruh bumi? Siapa yang mengatur semua penduduk bumi? Siapa yang menciptakan langit dan mengisi air laut? Amos menjawab: “TUHAN, itulah nama-Nya!” Allah yang (dulu) disembah Israel, yang membawa mereka keluar dari Mesir, Allah itulah yang di atas segala allah. Tidak ada Baal, dewa, kuasa apapun yang tidak tunduk kepada-Nya. Karena itu, lari dari Allah adalah sebuah kebodohan; ke manapun mereka pergi, Dia akan menemukan mereka.

Bagaimana bila Israel bersikeras melawan Allah Yang Mahakuasa itu? Mereka akan merasakan pahitnya permusuhan dengan Dia. Bila Dia “mengarahkan mata kepada mereka untuk kecelakaan
dan bukan untuk keberuntungan mereka,” maka tidak ada yang bisa menolong mereka.

Mengapa Merasa Spesial?

Merupakan rahasia umum bahwa bangsa Israel merasa mereka istimewa karena mereka adalah umat pilihan Allah. Namun mereka melalaikan hak istimewa itu dan menolak Allah yang telah memilih mereka, sehingga Allah menegur mereka dengan keras.

“Bukankah kamu sama seperti orang Etiopia bagi-Ku, hai orang Israel?” demikianlah firman TUHAN.
“Bukankah Aku telah menuntun orang Israel keluar dari tanah Mesir,
orang Filistin dari Kaftor, dan orang Aram dari Kir? 
Sesungguhnya, TUHAN Allah sudah mengamat-amati kerajaan yang berdosa ini: Aku akan memunahkannya dari muka bumi!”

Amos 9:7-8a

Israel tidak sadar bahwa Tuhan memilih mereka bukan karena mereka istimewa. Pada dasarnya mereka sama saja dengan bangsa-bangsa kafir yang mereka pandang hina itu: baik orang Etiopia yang jauh di Afrika, atau bahkan orang Filistin dan Aram, musuh bebuyutan mereka.

Mereka juga tidak sadar bahwa Tuhan bekerja bukan hanya dalam kehidupan orang Israel, namun juga bangsa-bangsa lain. Bangsa Filistin datang dari Kaftor (pulau Kreta); siapa yang memimpin mereka menyeberangi lautan dan menduduki daerah pantai barat? Tentu saja Tuhan yang mengaturnya.

Pulau Kreta

Karena itu, berontak terhadap Allah berarti melawan Raja segala bangsa, yang berkuasa atas seluruh bumi. Apa yang dilakukan seorang raja terhadap gubernurnya yang memberontak? Tentu saja ia akan membunuh gubernur itu dan memadamkan pemberontakan di daerah itu. Itu juga yang akan dilakukan Tuhan terhadap Israel, bangsa pilihan yang tidak tahu bersyukur dan menghormati perjanjian.

One reply on “Amos 9.1: Penghukuman”

Leave a comment