Categories
Alkitab Anugerah Dipimpin Roh Kudus Hidup baru Hidup Sehari-Hari Narasi Pertobatan Harian Pertumbuhan Rohani Tentang Tuhan

Khotbah Di Bukit (Yang Terkenal Itu)

gambar dari http://www.gettyimages.com

Buat yang belum tahu, di dalam Alkitab khotbah di bukit bisa ditemukan di Matius 5-7. Dan memang kata-kata Yesus inspiratif sekali – “standar moral yang tinggi,” begitu kata orang. Ada seorang pluralis (aku ga tau apa “profesi” seperti itu valid atau sekedar sebutan :p) yang mengutip juga khotbah Yesus di bukit (terutama Matius 5) buat dimasukkan dalam esainya yang dikompilasi dalam sebuah buku, dan menyejajarkannya dengan ajaran moral dari agama lain.

Memang sekilas apa yang Yesus katakan sangat indah, seperti puisi, utopis dan bertujuan supaya manusia jadi mahkluk yang manis, kalem, lucu-lucu, baik-baik, ga pernah ngomong dengan nada tinggi, santai-santai semua. Tapi orang yang melihat khotbah di bukit sebagai “ajaran moral” atau “ajaran moral tingkat tinggi” sekalipun, atau bahkan “ajaran moral yang sangat mulia”, atau “prinsip-prinsip hidup yang luar biasa baik”, sebenarnya tidak bisa menangkap maksud yang hendak disampaikan oleh Yesus. Ga percaya? Baca aja, dan nilai sendiri.

“Aku berkata kepadamu: jika hidup keagamaanmu tidak lebih baik daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.”

Gampang sekali mengambil kesimpulan tergesa-gesa bahwa ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi adalah “orang jahat”. Bukankah di Injil Yesus sering marah pada mereka? Tentu mereka jahat, kan? Iya sih, tapi mereka orang jahat yang hafal dan melakukan dengan tekun apa yang dikatakan oleh Hukum Taurat – sekalipun mungkin hanya secara jasmaniah saja. Nah, kepada orang yang mau menghakimi “orang-orang jahat” ini, Yesus bertanya, “Kamu sendiri ngerti ga, apa yang dikatakan Hukum Taurat? Atau cuma suka menghakimi aja?” Kalo orang yang tau Hukum Taurat dan melakukannya dengan tekun aja disebut “jahat”, gimana orang yang ga pernah baca Alkitab? Dengan demikian tuntutan bagi orang-orang yang mau menghakimi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat jadi berat sekali, karena mereka ditantang untuk tidak hanya menghakimi, tapi membuktikan bahwa mereka lebih baik dari orang-orang yang hafal Hukum Taurat tersebut (sekali lagi, men: HAFAL Hukum Taurat). Dengan begitu, tidak ada hak bagi kita untuk bilang, “Emang sih saya ga terlalu ngerti Alkitab, tapi kan yang penting hidup saya baik.” Baik aja ga cukup, teman. Ga cukup. Tuhan Yesus sendiri yang bilang.

Lihat lagi ayat berikut ini:

“Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.”

Ya, ya. Yang pria punya pembelaan: “Masa’ cuma liatin cewe aja dibilang berzinah? Gimana kalo ‘menginginkan’ artinya jadi sayang dan pengen punya hubungan lebih dalam lagi?” Yang wanita bilang: “Ini kan buat laki-laki.” Ya, kita semua punya pembelaan – karena kita tau kita pernah melakukan dosa ini. Donald A. Carson bilang, “Saya menulis ini dengan rasa malu: Bukankah kita semua tertusuk dengan kata-kata Yesus ini?” Tidak ada yang ‘sweet’ dengan kalimat Yesus ini; kata-kataNya mengekspos dosa yang terkubur jauh dalam hati dan pikiran kita, yang bisa kita tutupi dari orang lain, tapi tidak bisa kita sembunyikan dari Dia yang mahatahu. Dan sekarang? Dia menuntut pertanggungjawaban dari kita.

Oh, tunggu, ada yang seru lagi!

“Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama, dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.”

Oh, oke. Sekarang kok mengatai orang disamakan dengan membunuh?? Kenapa orang yang mengatai orang lain harus dihadapkan ke Mahkamah Agama, bahkan diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala?? Dan lebih buruk lagi, jika demikian, kita semua harus dibuang ke neraka! Kenapa?? Karena… Dari mana asalnya pembunuhan? Bukankah dari hati yang dipenuhi kemarahan dan dendam? Dan pernah kan, kita berpikir, “Ni orang harusnya mati aja!” Ya, kata Yesus, itu sudah dosa.

Dan itu belum lagi yang paling ekstrim! (Astaga, pikir pembaca, ada lagi??) Ya, aku akan kutip kata-kata Yesus yang paling banyak dikutip dan paling tidak bisa dilaksanakan oleh manusia di dunia:

“Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. …Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? …Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.”

Yak, silakan pingsan. Hahahaha.. Pertanyaannya sederhana: Bagaimana bisa?? Memang, bila kata-kata Yesus hendak disebut “ajaran moral”, maka ini adalah ajaran moral yang sangat tinggi – atau malah terlalu tinggi, sampai tidak bisa dilakukan. Dengan mengutip apa yang Yesus katakan, kita menghakimi diri kita sendiri dan berkata dengan sia-sia, “Ayo semua, kita berusaha ikuti apa yang Yesus katakan,” dengan mengetahui bahwa kita tidak akan bisa melakukan hal itu.

Jadi bagaimana? Adakah harapan? Atau apakah Yesus hanya memberitahu kita betapa gawatnya keadaan kita sampai-sampai kita tidak tertolong lagi? Sebenarnya kunci dari ini semua, bagaimana kita melakukan semua yang Yesus katakan, terletak pada kalimat pertama yang diucapkan Yesus:

“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.”

Yang Tuhan inginkan bukanlah orang-orang yang sok baik dan sok benar, yang mau bilang, “Saya baik kok, Tuhan. Ga jahat-jahat amat.” Tapi orang-orang yang berkata pada Tuhan, “Tuhan, tuntutanMu terlalu berat dan saya tidak sanggup memenuhi itu semua. Saya memohon belas kasihan Tuhan.”

Yang Yesus lakukan adalah menunjukkan pada kita, betapa jauhnya kita dari standar Allah. Bila kita mau mengejar Kerajaan Sorga itu dengan usaha sendiri, silakan, tapi sampai kekekalanpun kita tidak bisa mendapatkannya dengan upaya kita, karena satu alasan sederhana: kita tidak mungkin sempurna. Tapi bila kita mengakui ketidaksanggupan kita dan datang kepada Yesus seperti seorang pemungut cukai yang berkata, “Ya Tuhan, kasihanilah aku, orang berdosa,” maka, firman Tuhan berkata:

“Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur.
Hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Tuhan.” (Mazmur 51:19)

Khotbah di bukit bukanlah sekedar ajaran moral. Ini adalah kata-kata Allah sendiri, yang disampaikan dengan dua tujuan: membuat kita sadar akan keadaan kita yang menyedihkan karena kita begitu jauh dari standar kebenaran Allah; dan, ketika kita sudah datang kepadaNya dan bertobat, memberikan standar yang baru bagi kita dalam hidup sehari-hari – yang bisa kita kerjakan karena Allah Roh Kudus menolong kita. Injil adalah tentang perubahan hidup, bukan sekedar pengetahuan moral.

4 replies on “Khotbah Di Bukit (Yang Terkenal Itu)”

Leave a reply to irawan santoso Cancel reply