Categories
Alkitab Hidup baru Narasi Pertumbuhan Rohani Tentang Tuhan

Cepat Bereaksi

Beberapa tahun yang lalu aku pernah ikut Bible study yang diambil dari buku Experiencing God. Waktu itu dibahas tentang spiritual marker, yaitu hal-hal yang membantu kita inget apa yang Tuhan lakukan buat kita. Kalo jaman dulu ya misalnya mezbah. Tapi sekarang kan uda ga mungkin ya, bikin mezbah, jadi ya sesuatu yang lain.

Hari ini aku baca Alkitab tentang Abraham. Mengagumkan sekali betapa cepetnya Abraham merespon setiap kali Tuhan panggil dia. Dan bukan cuma responsif, Abraham juga segera merendahkan diri buat menyembah Tuhan. Perlu kita tau bahwa waktu itu penyataan tentang Tuhan masih minim sekali; Abraham belom punya Alkitab seperti kita sekarang, dan belom ada pendeta yang jelasin macem-macem ke dia. Tapi dia punya kesadaran buat membangun hubungan sama Tuhan. Dan dalam hubungan itu, walopun Tuhan menyebut Abraham sahabat, Abraham sadar bahwa posisi Tuhan lebih tinggi dari dia. Dengan segera dia ambil posisi hamba dan merespon dengan benar lewat penyembahan.

Selain itu, setelah aku baca-baca, si pak Abraham ini punya kebiasaan bikin mezbah. Waktu baru dipanggil aja (Kejadian 12:1-9), 2 kali dia bikin mezbah di tempat yang berbeda. Yang pertama itu buat menyembah Tuhan sekaligus mengingat bahwa di situ Tuhan ngomong sama dia. Dan yang kedua buat ekspresi penyembahannya terhadap Tuhan. Secara ga langsung Abraham mengaku, “Engkau adalah Tuhanku.” Itulah spiritual markernya Abraham.

Yah, hari ini aku diingetin lagi tentang hal-hal sederhana ini. Salah satu lagunya Hillsong Aussie yang judulnya None But Jesus liriknya:

    When You call I won’t refuse
    Each new day, again I’ll choose
    When You call I won’t delay
    ‘Tis my song through all my days

Lagu itu bikin aku inget untuk bersikap responsif waktu Tuhan memanggil. Kenapa perlu responsif? Karena hal yang paling mendasar antara aku dan Tuhan adalah hubungan. Pelayanan itu dimulai dari hubungan kasih antara Tuhan dan aku, sehingga aku punya kerinduan buat melayani Dia. Dan terakhir, aku perlu punya pengingat yang setiap kali aku lihat akan bikin aku inget bahwa di waktu itu Dia pernah berbuat sesuatu yang penting, yang jadi turning point dalam hidupku. Mungkin mulai dengan sebuah pembatas buku? 😉

Leave a comment